Latest Entries »

Tujuan Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN

 

 

Secara historis pendidikan di Indonesia telah mengalami proses semenjak era dimulainya peradaban Nusantara. Demikian pula era kolonial, walaupun ketika itu pendidikan formal di masa kolonial bisa dibilang cukup terlambat atau tertinggal dibanding dengan negara lain. Kita memang untuk masalah pendidikan kurang beruntung dijajah Belanda. Namun bukan pula berarti bahwa pendidikan di Kolonial Belanda ini sangat menggantungkan pada kebijakan penjajah. Kenyataannya, banyak lembaga pendidikan formal maupun non formal yang pada akhirnya secara swadaya diusahakan oleh pribumi. Kita dapat melihat keberadaan taman siswa, muhammadiyah, al irsyad, maupun nahdlatul ulama.

Ini membuktikan, bahwa sesungguhnya semangat bangsaIndonesiauntuk menjadi warga negara-dunia yang terpelajar dan berpengetahuan sungguh sangat besar. Amat disadari pula, bahwa dengan hanya pendidikanlah bangsaIndonesiadiharapkan dapat merebut kemerdekaan, menata negara dan mewujudkan cita-cita bersama. Kebodohan dan keterbelakangan sudah terbukti merupakan sasaran empuk bagi munculnya penjajahan, penindasan dan perilaku yang tidak berprikemanusiaan.

Sampai saat ini, isu pendidikan masih mendapat porsi wacana yang cukup besar diperbincangkan oleh warga bangsa. Hal ini tentu adalah merupakan implikasi dari keinginan yang dinamis seluruh warga bangsa untuk senantiasa menginginkan pelaksanaan pendidikan dapat terwujud dalam cita-cita bangsa sebagaimana termuat dalam Pembukaan UUD 1945.

Isu-isu pendidikan yang terkait dengan: pengajaran agama, akses untuk mendapatkan pendidikan, tiadanya diskriminasi, pembiayaan pendidikan, kurikulum, layanan pendidikan, manajemen satuan pendidikan, infrastruktur pendidikan, prestasi atas profesional pendidikan, maupun luaran pendidikan senantiasa menjadi perbincangan yang hangat. Semua terkemas dalam isu nasional maupun isu lokal.
Ketidakpuasan demi ketidakpuasan atas sistem pendidikan ini versus pihak lain yang menyatakan bahwa sistem yang berlaku sudah baik dan benar menjadikan dinamika pendidikan menjadi semakin menarik untuk kita amati bersama. Kemudian didorong untuk perbaikan di masa yang akan datang.

Meninjau apa yang terjadi dalam sistem pendidikan nasional, tentu tidak dapat dilepaskan dari politik hukum pendidikan yang diberlakukan. Oleh karenanya menjadi relevan apabila potret pendidikan kita harus dilihat dalam bentuk das Sein dan das Sollen. Bagaimana teori, bagaimana pula kenyataannya. Secara yuridis (sebagai landasan kebijakan), sistem pendidikan nasional telah diatur dalam berbagai ketentuan konstitusional. Baik dalam UUD 1945 maupun dalam berbagai produk peraturan perundang-undangan. Di dalam Pembukaan UUD 1945, di sana telah disebutkan mengenai cita negara di bidang pendidikan yakni, melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II PEMBAHASAN

 

 

2.1. Tujuan Pendidikan

Pendidikan merupakan kegiatan manusia yang paling utama yang berkaitan dengan tujuan, pola kerja sumber dan orang. Agar pendidikan itu dapat mencapai tujuannya maka diperlukan pengaturan atau upaya tentu seperti penetapan tujuan yang akan dicapai, pola kerja yang produktif pemanfaatan sumber yang efisien dan kerja sama orang-orang yang terpadu. Upaya tersebut dapat diberi batasan sebagai administrasi pendidikan. Jelas bahwa setiap orang yang terlibat dalam pendidikan seharusnya memahami sekaligus mahir dalam administrasi pendidikan sehingga pemuatannya dalam itu tidak sia-sia bahkan sebaliknya menjadi lebih produktif. Apalagi bagi guru yang merupakan ujung tombak upaya pendidikan.

Dalam pendidikan itu terdapat dua jenis proses, yaitu proses pendidikan dan non pendidikan. Proses pendidikan sering juga disebut proses teknis sedangkan non pendidikan sering disebut non teknis. Seperti perencanaan penilaian pelaksanaan pengajaran dan kurikulum, bahwa proses pendidikan adalah pengembangan kepribadian manusia agar seluruh aspek ini terlaksana secara harmonis dan sempurna di samping seluruh potensi manusia dapat terpadu untuk mencapai suatu tujuan yang merupakan pangkal segala usaha, konsep tingkah laku dan getar perasaan hati.

Sehubungan dengan tujuan pendidikan ini, Abdurahman An-Nahluwi menyatakan bahwa dalam kehidupan manusia yang telah baligh, berakal dan sadar, biasanya berpikir dan mengarah kepada suatu tujuan tertentu yang hendak dicapainya di balik perbuatannya itu. Sebagai contoh dikemukakan perbuatan seorang pelajar yang giat belajar sepanjang tahun ajaran agar dapat lulus di dalam ujian mendapat ijazah, kemudian mencapai kedudukan tertentu dalam masyarakat atau gaji yang menghidupinya.

Hasil yang dicapai oleh pelajar itu mungkin sesuai dengan tujuan, mungkin tidak, mungkin pula hanya merealisasikan sebagai dari tujuan itu. Oleh sebab itu, hasil dan pendorong bukanlah tujuan. Hasil adalah apa yang dicapai oleh manusia dan lahir dari tingkah laku, baik sesudah merealisasikan tujuan atau sebelumnya. Tujuan ialah apa yang dicapai oleh manusia, diletakkan sebagai pusat perhatian dan demi merealisasikannyalah dia menilai tingkah lakunya. Tujuan mengarahkan kepada aktifitas, dorongan untuk bekerja, dan membantu mencapai keberhasilan.

Dengan hasil orde baru menegakkan demokrasi Pancasila di bumiIndonesiamaka tujuan pedidikan di tinjau kembali pada setiap sidang MPRS dan MPR. Dengan kata lain sejak tahun 1966 wakil rakyat telah merumuskan tujuan pendidikan tersebut:

  1. TAP MPRS Nomor XXXI/MPRS/1966, tujuan pendidikan adalah membentuk manusia Pancasila sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan seperti yang dikehendaki oleh pembukaan UUD 1945. Adapun isinya pendidikan adalah:

a. Mempertinggi kecerdasan dan keterampilan

b. Membina / perkembangan fisik yang kuat dan sehat.

  1. TAP MPR Nomor 4/MPR/1975, tujuan pendidikan adalah membangun di bidang pendidikan didasarkan atas falsafah negara Pancasila dan diarahkan untuk membentuk manusia-manusia pembangun yang berpancasila dan untuk membentuk manusia yang sehat jasmani dan rohaninya, memiliki pengetahuan dan keterampilan yang dapat mengembangkan kreatifitas dan tanggung jawab dapat menyuburkan sikap demokratis dan penuh tenggang rasa, dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi pekerti yang luhur, mencintai bangsanya dan mencintai sesama manusia sesuai dengan ketentuan yang termaktub dalam UUD 1945.
  2. TAP MPR Nomor I MPR/1988. Tujuan pendidikan adalah berdasarkan pancasila, bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia yaitu manusia yang budiman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti yang luhur, berkepribadian, berdisiplin bekerja keras, tanggung, tanggung jawab, mandiri, cerdas dan terampil serta sehat jasmani dan rohani. Pendidikan nasional juga harus mampu menumbuhkan dan memperdalam rasa cinta pada tanah air, mempertebal semangat kebangsaan dan rasa kesetiakawanan sosial sejalan dengan itu dikembangkan iklim belajar mengajar yang dapat menimbulkan rasa percaya diri sendiri serta sikap dan perilaku yang inovatif dan kreatif.
  3. TAP MPR Nomor 2 MPR/1993. Tujuan pendidikan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berbudi pekerti yang luhur, profesional, bertanggung jawab dan produktif serta sehat jasmani dan rohani pendidikan nasional juga harus menumbuhkan jiwa patriotic dan mempertebal rasa cinta tanah air, meningkatkan semangat kebangsaan dan kesetiakawanan serta kesadaran pada sejarah bangsa dan sikap menghargai jasa para pahlawan, serta berorientasi masa depan iklim berat dan mengajar dapat menumbuhkan rasa percaya diri dan budaya belajar dikalangan masyarakat terus dikembangkan agar tumbuh sikap dan perilaku yang kreatif, inovatif dan keinginan untuk maju.

Dalam rumus tujuan pendidikan yang disebutkan di atas dirancang tujuan serta jenjang persekolahan (pendidikan pra sekolah, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi ) jenjang pendidikan dasar sesuai dengan UU sistim Pendidikan nasional No II tahun 1989 terdiri dari Sekolah Dasar dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama. Tujuan setiap jenjang bisa disebut tujuan institusional inilah dikembangkan tujuan kurikulum setiap jenis sekolah pada suatu jenjang, yakni sebagai berikut:

  1. Tujuan pendidikan pra sekolah bertujuan untuk membantu meletakan dasar ke arah perkembangan sikap, pengetahuan keterampilan dan daya cipta yang diperlukan oleh anak didik dengan lingkungan dan untuk mempertumbuh serta memperkembang selanjutnya.
  2. Tujuan pendidikan dasar memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupan sebagai pribadi anggota masyarakat, warga negara dan anggota umat manusia serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah.
  3. Tujuan pendidikan menengah bertujuan:
    1. Meningkatkan pengetahuan siswa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dan untuk mengembangkan diri sejalan dengan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian.
    2. Meningkatkan kemampuan siswa sebagai anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial budaya dan alam sekitarnya.
  4. Tujuan pendidikan tinggi antara lain:
  1. Menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang berkemampuan akademi dan atau profesional yang dapat menerapkan mengembangkan atau menciptakan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian.
  2. Mengembangkan dan menyebarkan ilmu pengetahuan, teknologi atau kesenian serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional

Dari rumus tujuan pendidikan institusional di atas dapat disimak bahwa tujuan ini semua merupakan penjabaran dari tujuan pendidikan instruksional nasional dalam arti dirumuskan lebih khusus, disesuaikan perkembangan peserta didik kepada institusinya dan lebih operasional.

 

2.2. Tujuan Pendidikan Nasional

Mengacu pada uraian di atas dapatlah dinyatakan bahwa fungsi tujuan pendidikan itu adalah pengarah, pendorong dan pemberi fasilitas terhadap proses. Dengan kata lain, tujuan mendahului proses yang dirancang untuk mencapai tujuan tersebut, hasil tidak akan ada sebelum proses dilaksanakan. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa tujan bersifat potensi dan hasil adalah aktual. Potensi mengandung arti mempunyai kemampuan untuk dicapai atau berkembang. Aktual adalah berwujud dari aksi atau tindakan.

Tujuan itu berada pada setiap tindakan sistem seperti dari tingkat nasional sampai dengan tingkat kelas. Susunan sistem tujuan pendidikan di Indonesia adalah sebagai berikut: Tujuan nasional, tujuan internasional atau lembaga/satuan pendidikan, tujuan kurikuler atau tujuan mata pelajaran, dan terakhir tujuan instruksional atau tujuan pengajaran tujuan pendidikan yang dicantumkan dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional merupakan tujuan pendidikan nasional (SPN) sedangkan tujuan institusional akan dapat dalam lembaga-lembaga atau satuan-satuan pendidikan yang mengembangkan tugas pelaksanaan dan pencapaian (TPN).

Tujuan yang berhubungan dengan kurikulum adalah tujuan kurikuler atau tujuan mata pelajaran. Dan tujuan instruksional adalah tujuan yang berhubungan dengan pengajaran yang terdiri dari tujuan pengajaran umum dan khusus. Dalam kerangka administrasi tujuan instruksional khusus sebagai penjabaran dari tujuan pengajaran umum, itu menjadi hak, kewajiban dan wewenang guru untuk merumuskan, menetapkan, melaksanakan dan mempertanggung jawabkan. Dalam kerangka etika, di sinilah letak otonomi profesi keguruan, secara garis besar pemikiran dan penetapan tujuan pendidikan itu dapat dikemukakan sebagai berikut:

a)      Tujuan nasional dan ditetapkan oleh DPR/MPR dan Presiden (PP) (UU. NO. 2 Th 1989 pasal 4 Bab II).

b)      Tujuan institusional ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) sesuai dengan jenjang yang termasuk jalur pendidikan sekolah, seperti PP No. 28, 29 dan 30 tahun 1990, masing-masing untuk jenjang pendidikan dasar, menengah dan tinggi.

c)      Tujuan kurikuler atau tujuan mata pelajaran dan tujuan pengajaran umum dirumuskan dalam kurikulum sekolah-sekolah yang bersangkutan dan ditetapkan oleh menteri-menteri yang bersangkutan.

d)      Tujuan pengajaran khusus dirumuskan dan ditetapkan oleh guru yang bersangkutan.

Dengan demikian itu diharapkan tujuan pendidikan nasional itu dapat terlaksana dan tercapai secara efektif. Artinya hasil pendidikan secara aktual itu diharapkan sama dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan secara nasional. Susunan sistem tujuan tersebut juga memberikan kemungkinan penyesuaian administrasi yang sepadan dengan kepentingan dan ciri-ciri tingkat tujuan.

 

2.3. Tujuan Nasional

Tujuan nasional bangsaIndonesiatertuang dalam pembukaan UUD 1945:

  1. Membentuk suatu pemerintahan Negara RepublikIndonesiayang melindungi segenap bangsaIndonesiadan seluruh tumpah darahIndonesia.
  2. Memajukan kesejahteraan umum atau bersama.
  3. Mencerdaskan kehidupan bangsa.
  4. Ikut berperan aktif dan ikut serta dalam melaksanakan ketertiban dunia yang berlandaskan kemerdekaan, perdamaian abadi dan kedilan sosial.

Tujuan nasional bangsa Indonesia seperti yang termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah untuk melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Untuk mewujudkan tujuan nasional tersebut diselenggarakan pembangunan nasional secara berencana, menyeluruh, terpadu, terarah, dan berkesinambungan. Adapun tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkam masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu, dan berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman, tenteram, tertib dan dinamis serta dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai.
Untuk tercapainya tujuan pembangunan nasional tersebut dibutuhkan antara lain tersedianya sumber daya manusia yang tangguh, mandiri serta berkualitas.

Untuk mencapai tujuan nasional bangsaIndonesia, pemerintah telah melakukan beberapa kebijakan antara lain: memberikan dana BLT (Bantuan Langsung Tunai), penyelenggaran sekolah wajib minimal 9 tahun, pemberian dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah), ikut berperan aktif dalam organisasi-organisasi internasional seperti PBB, ASEAN, mengadakan PEMILU setiaplimatahun sekali, melaksanakan otonomi daerah, dan lain-lain.

UUD 1945 (versi Amendemen), Pasal 31, ayat (3) menyebutkan, “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.” Pasal 31, ayat (5) menyebutkan, “Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menunjang tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.”

Jabaran UUD 1945 tentang pendidikan dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003. Pasal 3 Undang-undang ini menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”

Bila dibandingkan dengan undang-undang pendidikan sebelumnya, yaitu Undang-Undang No. 2 Tahun 1989, ada kemiripan kecuali berbeda dalam pengungkapan. Pada pasal 4 ditulis, “Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi-pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung-jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.” Pada Pasal 15 Undang-undang yang sama, tertulis, “Pendidikan menengah diselenggarakan untuk melanjutkan dan meluaskan pendidikan dasar serta menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi.” Maka dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah harus sejalan dengan tujuan nasional guna mewujudkan cita-cita bangsa dan menjadikan manusiaIndonesiayang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III PENUTUP

 

 

3.1. Kesimpulan

Tujuan nasional bangsa Indonesia telah termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yakni untuk melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Sedangkan tujuan pendidikan nasional ialah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan , kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Maka kesimpulan dari pembahasan di atas adalah bahwa tujuan pendidikan nasional dan tujuan nasional tidak terlepas dan saling berkaitan erat satu sama lain. Karena pendidikan nasional di Indonesia mengarah pada tujuan nasional bangsa.

 

3.2. Saran

Kita sebagai calon pendidik, kita juga dapat berperan aktif dalam mewujudkan tujuan nasional bangsaIndonesia. Tidak hanya sebagai pendidik, akan tetapi sebagai pengajar, pembimbing, pelatih, penasehat, pembaharu dan teladan bagi peserta didiknya guna meningkatkan sumber daya manusia yang cerdas dan mandiri. Karena dengan begitu NegaraIndonesiaakan terus berdiri kokoh sampai terwujudlah cita-cita nasional bangsaIndonesia.

Pengertian Kriteria Ketuntasan Minimal

Salah satu prinsip penilaian pada kurikulum berbasis kompetensi adalah
menggunakan acuan kriteria, yakni menggunakan kriteria tertentu dalam
menentukan kelulusan peserta didik. Kriteria paling rendah untuk menyatakan
peserta didik mencapai ketuntasan dinamakan Kriteria Ketuntasan Minimal
(KKM).

 

KKM harus ditetapkan sebelum awal tahun ajaran dimulai. Seberapapun
besarnya jumlah peserta didik yang melampaui batas ketuntasan minimal, tidak
mengubah keputusan pendidik dalam menyatakan lulus dan tidak lulus
pembelajaran. Acuan kriteria tidak diubah secara serta merta karena hasil
empirik penilaian. Pada acuan norma, kurva normal sering digunakan untuk
menentukan ketuntasan belajar peserta didik jika diperoleh hasil rata-rata
kurang memuaskan. Nilai akhir sering dikonversi dari kurva normal untuk
mendapatkan sejumlah peserta didik yang melebihi nilai 6,0 sesuai proporsi
kurva. Acuan kriteria mengharuskan pendidik untuk melakukan tindakan yang
tepat terhadap hasil penilaian, yaitu memberikan layanan remedial bagi yang
belum tuntas dan atau layanan pengayaan bagi yang sudah melampaui kriteria
ketuntasan minimal.

 

Kriteria ketuntasan minimal ditetapkan oleh satuan pendidikan berdasarkan
hasil musyawarah guru mata pelajaran di satuan pendidikan atau beberapa
satuan pendidikan yang memiliki karakteristik yang hampir sama. Pertimbangan
pendidik atau forum MGMP secara akademis menjadi pertimbangan utama
penetapan KKM. Kriteria ketuntasan menunjukkan persentase tingkat pencapaian kompetensi sehingga dinyatakan dengan angka maksimal 100 (seratus). Angka maksimal 100 merupakan kriteria ketuntasan ideal. Target ketuntasan secara nasional diharapkan mencapai minimal 75. Satuan pendidikan dapat memulai dari
kriteria ketuntasan minimal di bawah target nasional kemudian ditingkatkan
secara bertahap.

Kriteria ketuntasan minimal menjadi acuan bersama pendidik, peserta didik,
dan orang tua peserta didik. Oleh karena itu pihak-pihak yang berkepentingan
terhadap penilaian di sekolah berhak untuk mengetahuinya. Satuan pendidikan
perlu melakukan sosialisasi agar informasi dapat diakses dengan mudah oleh
peserta didik dan atau orang tuanya. Kriteria ketuntasan minimal harus
dicantumkan dalam Laporan Hasil Belajar (LHB) sebagai acuan dalam menyikapi
hasil belajar peserta didik.

 

Fungsi kriteria ketuntasan minimal:

v     sebagai acuan bagi pendidik dalam menilai kompetensi peserta didik sesuai
kompetensi dasar mata pelajaran yang diikuti. Setiap kompetensi dasar
dapat diketahui ketercapaiannya berdasarkan KKM yang ditetapkan.
Pendidik harus memberikan respon yang tepat terhadap pencapaian
kompetensi dasar dalam bentuk pemberian layanan remedial atau layanan
pengayaan;

v     sebagai acuan bagi peserta didik dalam menyiapkan diri mengikuti penilaian
mata pelajaran. Setiap kompetensi dasar (KD) dan indikator ditetapkan KKM yang harus dicapai dan dikuasai oleh peserta didik. Peserta didik diharapkan dapat mempersiapkan diri dalam mengikuti penilaian agar mencapai nilai melebihi KKM. Apabila hal tersebut tidak bisa dicapai, peserta didik harus,mengetahui KD-KD yang belum tuntas dan perlu perbaikan;

v     dapat digunakan sebagai bagian dari komponen dalam melakukan evaluasi
program pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah. Evaluasi
keterlaksanaan dan hasil program kurikulum dapat dilihat dari keberhasilan
pencapaian KKM sebagai tolok ukur. Oleh karena itu hasil pencapaian KD
berdasarkan KKM yang ditetapkan perlu dianalisis untuk mendapatkan
informasi tentang peta KD-KD tiap mata pelajaran yang mudah atau sulit,
dan cara perbaikan dalam proses pembelajaran maupun pemenuhan sarana prasarana belajar di sekolah;

v     merupakan kontrak pedagogik antara pendidik dengan peserta didik dan
antara satuan pendidikan dengan masyarakat. Keberhasilan pencapaian KKM merupakan upaya yang harus dilakukan bersama antara pendidik, peserta didik, pimpinan satuan pendidikan, dan orang tua. Pendidik melakukan upaya pencapaian KKM dengan memaksimalkan proses pembelajaran dan penilaian. Peserta didik melakukan upaya pencapaian KKM dengan proaktif mengikuti kegiatan pembelajaran serta mengerjakan tugas-tugas yang telah didesain pendidik. Orang tua dapat membantu dengan memberikan motivasi dan dukungan penuh bagi putra-putrinya dalam mengikuti pembelajaran. Sedangkan pimpinan satuan pendidikan berupaya memaksimalkan pemenuhan kebutuhan untuk mendukung terlaksananya proses pembelajaran dan penilaian di sekolah;

v     merupakan target satuan pendidikan dalam pencapaian kompetensi tiap
mata pelajaran. Satuan pendidikan harus berupaya semaksimal mungkin
untuk melampaui KKM yang ditetapkan. Keberhasilan pencapaian KKM
merupakan salah satu tolok ukur kinerja satuan pendidikan dalam
menyelenggarakan program pendidikan. Satuan pendidikan dengan KKM
yang tinggi dan dilaksanakan secara bertanggung jawab dapat menjadi tolok
ukur kualitas mutu pendidikan bagi masyarakat.

 

Mekanisme Penetapan KKM

Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal perlu mempertimbangkan beberapa
ketentuan sebagai berikut:

  • Penetapan nilai kriteria ketuntasan minimal dilakukan melalui analisis
    ketuntasan belajar minimal pada setiap indikator dengan memperhatikan
    kompleksitas, daya dukung, dan intake peserta didik untuk mencapai
    ketuntasan kompetensi dasar dan standar kompetensi
  • Kriteria ketuntasan minimal setiap Kompetensi Dasar (KD) merupakan rata-rata dari indikator yang terdapat dalam Kompetensi Dasar tersebut. Peserta
    didik dinyatakan telah mencapai ketuntasan belajar untuk KD tertentu
    apabila yang bersangkutan telah mencapai ketuntasan belajar minimal yang
    telah ditetapkan untuk seluruh indikator pada KD tersebut;
  • Kriteria ketuntasan minimal setiap Standar Kompetensi (SK) merupakan
    rata-rata KKM Kompetensi Dasar (KD) yang terdapat dalam SK tersebut;
  • Kriteria ketuntasan minimal mata pelajaran merupakan rata-rata dari
    semua KKM-SK yang terdapat dalam satu semester atau satu tahun
    pembelajaran, dan dicantumkan dalam Laporan Hasil Belajar (LHB/Rapor)
    peserta didik;
  • Indikator merupakan acuan/rujukan bagi pendidik untuk membuat soal-soal
    ulangan, baik Ulangan Harian (UH), Ulangan Tengah Semester (UTS)
    maupun Ulangan Akhir Semester (UAS). Soal ulangan ataupun tugas-tugas
    harus mampu mencerminkan/menampilkan pencapaian indikator yang
    diujikan. Dengan demikian pendidik tidak perlu melakukan pembobotan
    seluruh hasil ulangan, karena semuanya memiliki hasil yang setara;
  • Pada setiap indikator atau kompetensi dasar dimungkinkan adanya
    perbedaan nilai ketuntasan minimal.

Langkah-Langkah Penetapan KKM

Penetapan KKM dilakukan oleh guru atau kelompok guru mata pelajaran.
Langkah penetapan KKM adalah sebagai berikut:

  1. Guru atau kelompok guru menetapkan KKM mata pelajaran dengan
    mempertimbangkan tiga aspek kriteria, yaitu kompleksitas, daya dukung,
    dan intake peserta didik. Hasil penetapan KKM indikator berlanjut pada KD, SK hingga KKM mata pelajaran;
  2. Hasil penetapan KKM oleh guru atau kelompok guru mata pelajaran disahkan oleh kepala sekolah untuk dijadikan patokan guru dalam melakukan penilaian;
  3. KKM yang ditetapkan disosialisaikan kepada pihak-pihak yang
    berkepentingan, yaitu peserta didik, orang tua, dan dinas pendidikan;
  4. KKM dicantumkan dalam LHB pada saat hasil penilaian dilaporkan kepada
    orang tua/wali peserta didik.

Penentuan Kriteria Ketuntasan Minimal

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penentuan kriteria ketuntasan minimal adalah:

Tingkat kompleksitas, kesulitan/kerumitan setiap indikator, kompetensi
dasar, dan standar kompetensi yang harus dicapai oleh peserta didik.
Suatu indikator dikatakan memiliki tingkat kompleksitas tinggi, apabila
dalam pencapaiannya didukung oleh sekurang-kurangnya satu dari sejumlah
kondisi sebagai berikut:

  1. guru yang memahami dengan benar kompetensi yang harus dibelajarkan
    pada peserta didik;
  2. guru yang kreatif dan inovatif dengan metode pembelajaran yang
    bervariasi;
  3. guru yang menguasai pengetahuan dan kemampuan sesuai bidang yang
    diajarkan;
  4. peserta didik dengan kemampuan penalaran tinggi;
  5. peserta didik yang cakap/terampil menerapkan konsep;
  6. peserta didik yang cermat, kreatif dan inovatif dalam penyelesaian
    tugas/pekerjaan;
  7. waktu yang cukup lama untuk memahami materi tersebut karena
    memiliki tingkat kesulitan dan kerumitan yang tinggi, sehingga dalam
    proses pembelajarannya memerlukan pengulangan/latihan;
  8. tingkat kemampuan penalaran dan kecermatan yang tinggi agar peserta
    didik dapat mencapai ketuntasan belajar.

Contoh 1.

SK                   : Menganalisis hubungan dasar negara dengan konstitusi

KD                  : Mendeskripsikan hubungan dasar negara dengan konstitusi.

Indikator          : Menguraikan tujuan dan nilai konstitusi.

Indikator ini memiliki kompleksitas yang tinggi, karena untuk menguraikan tujuan dan nilai konstitusi diperlukan beberapa tahap pemahaman/penalaran peserta didik.
Contoh 2.

SK                   : Menganalisis hubungan dasar negara dengan konstitusi.

KD                  : Mendeskripsikan hubungan dasar negara dengan konstitusi.

Indikator          : Mendeskripsikan pengertian dasar negara.

Indikator ini memiliki kompleksitas yang rendah karena tidak memerlukan tahapan berpikir/penalaran yang tinggi.

 

Kemampuan sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan pembelajaran pada masing-masing sekolah.

  1. Sarana dan prasarana pendidikan yang sesuai dengan tuntutan
    kompetensi yang harus dicapai peserta didik seperti perpustakaan,
    laboratorium, dan alat/bahan untuk proses pembelajaran;
  2. Ketersediaan tenaga, manajemen sekolah, dan kepedulian stakeholders
    sekolah.

 

Contoh:
SK                   : Memahami kinetika reaksi, kesetimbangan kimia, dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari dan industri.
KD                  : Menjelaskan keseimbangan dan faktor-faktor yang mempengaruhi
pergeseran arah keseimbangan dengan melakukan percobaan.

Indikator          : Menyimpulkan pengaruh perubahan suhu, konsentrasi, tekanan,
dan volume pada pergeseran keseimbangan melalui percobaan. Daya dukung untuk Indikator ini tinggi apabila sekolah mempunyai sarana prasarana yang cukup untuk melakukan percobaan, dan guru mampu menyajikan pembelajaran dengan baik. Tetapi daya dukungnya rendah apabila sekolah tidak mempunyai sarana untuk melakukan percobaan atau guru tidak mampu menyajikan pembelajaran dengan baik.

Tingkat kemampuan (intake) rata-rata peserta didik di sekolah yang
bersangkutan

Penetapan intake di kelas X dapat didasarkan pada hasil seleksi pada saat
penerimaan peserta didik baru, Nilai Ujian Nasional/Sekolah, rapor SMP, tes seleksi masuk atau psikotes; sedangkan penetapan intake di kelas XI dan XII berdasarkan kemampuan peserta didik di kelas sebelumnya.

 

 

 

 

 

KRITERIA KETUNTASAN MINIMAL (KKM)

 

Mata Pelajaran            : Kewarganegaraan

Kelas/Semester           : X / 2

Standar Kompetensi    : Memahami Persamaan Kedudukan Warga Negara Dalam

Berbagai Asepek Kehidupan

Kategori                       : Sekolah Bertaraf Internasional

Kompetensi Dasar/Indikator

Standar Ketuntasan Minimal

Kriteria Penetapan Ketuntasan

Nilai KKM

Kompleksitas

Intake siswa

Daya

Dukung

I

KD

SK

Mendeskripsikan kedudukan warga Negara dan pewarganegaraan di Indonesia.

  • Mendeskripsikan kedudukan warga Negara yang diatur dalam UUD 1945.
  • Menguraikan persyaratan untuk menjadi warga Negara Indonesia dan hal yang menyebabkan hilangnya status kewarganegaraan.
  • Menjelaskan asas kewarganegaraan yang berlaku secara umum.

 

 

 

 

Tinggi

65

 

 

Tinggi

65

 

 

 

 

Tinggi

65

 

 

 

 

 

 

Tinggi

95

 

 

Tinggi

90

 

 

 

 

Tinggi

95

 

 

 

 

 

 

Tinggi

90

 

 

Tinggi

90

 

 

 

 

Tinggi

95

 

 

 

 

 

 

 

83

 

 

 

82

 

 

 

 

 

85

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

83

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

83

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

KRITERIA KETUNTASAN MINIMAL (KKM)

 

Mata Pelajaran            : Kewarganegaraan

Kelas/Semester           : X / 2

Standar Kompetensi    : Memahami Persamaan Kedudukan Warga Negara Dalam

Berbagai Asepek Kehidupan

Kategori                       : Sekolah Kategori Mandiri

Kompetensi Dasar/Indikator

Standar Ketuntasan Minimal

Kriteria Penetapan Ketuntasan

Nilai KKM

Kompleksitas

Intake siswa

Daya

Dukung

I

KD

SK

Mendeskripsikan kedudukan warga Negara dan pewarganegaraan di Indonesia.

  • Mendeskripsikan kedudukan warga Negara yang diatur dalam UUD 1945.
  • Menguraikan persyaratan untuk menjadi warga Negara Indonesia dan hal yang menyebabkan hilangnya status kewarganegaraan.
  • Menjelaskan asas kewarganegaraan yang berlaku secara umum.

 

 

 

 

Tinggi

65

 

 

Tinggi

65

 

 

 

 

Tinggi

65

 

 

 

 

 

 

Sedang

75

 

 

Sedang

70

 

 

 

 

Sedang

75

 

 

 

 

 

 

Tinggi

80

 

 

Tinggi

80

 

 

 

 

Tinggi

85

 

 

 

 

 

 

 

73

 

 

 

71

 

 

 

 

 

75

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

73

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

73

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

KRITERIA KETUNTASAN MINIMAL (KKM)

 

Mata Pelajaran            : Kewarganegaraan

Kelas/Semester           : X / 2

Standar Kompetensi    : Memahami Persamaan Kedudukan Warga Negara Dalam

Berbagai Asepek Kehidupan

Kategori                       : Sekolah Standar

Kompetensi Dasar/Indikator

Standar Ketuntasan Minimal

Kriteria Penetapan Ketuntasan

Nilai KKM

Kompleksitas

Intake siswa

Daya

Dukung

I

KD

SK

Mendeskripsikan kedudukan warga Negara dan pewarganegaraan di Indonesia.

  • Mendeskripsikan kedudukan warga Negara yang diatur dalam UUD 1945.
  • Menguraikan persyaratan untuk menjadi warga Negara Indonesia dan hal yang menyebabkan hilangnya status kewarganegaraan.
  • Menjelaskan asas kewarganegaraan yang berlaku secara umum.

 

 

 

 

Tinggi

60

 

 

Tinggi

60

 

 

 

 

Tinggi

60

 

 

 

 

 

 

Sedang

65

 

 

Sedang

60

 

 

 

 

Sedang

65

 

 

 

 

 

 

Sedang

70

 

 

Sedang

65

 

 

 

 

Sedang

65

 

 

 

 

 

 

 

 

65

 

 

 

61

 

 

 

 

 

63

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

63

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

63

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan efek akademik (instructional effects) ialah hasil belajar yang dicapai sesuai dengan tujuan, sedangkan efek pengiring (nurturant effects) ialah hasil belajar lainnya yang dihasilkan oleh suatu proses pembelajaran.

 

Cara-cara untuk memunculkan efek akademik ialah:

1)      Menyusun silabus dan rencana pembelajaran;

2)      Merancang kerangka pengalaman belajar (tatap muka, terstruktur, dan mandiri) untuk mencapai kompetensi;

3)      Memilih dan mengorganisasikan materi pokok dan uraian materi pokok;

4)      Memilih dan merancang media dan sumber belajar yang diperlukan;

5)      Membuat rancangan evaluasi proses dan penilaian hasil belajar;

6)      Merubah strategi pembelajaran ketika siswa sulit mencapai tujuan;

7)      Melaksanakan kegiatan pembelajaran yang efektif dan efisien.

Cara-cara untuk memunculkan efek pengiring ialah:

1)      Menilai kemampuan peserta didik dengan pree test atau post test;

2)      Memonitor hasil belajar para siswa dan masalah-masalah yang dihadapi mereka;

3)      Memberi peluang kepada siswa menggali lebih dalam pengetahuan yang telah dimiliki.

  1. Pengertian Konsep
  • Konsep merupakan suatu abstraksi dari serangkaian pengalaman yang didefinisikan sebagai suatu kelompok obyek atau kejadian (Carrol: 1997).
  • Dahar (1989) menyatakan konsep merupakan dasar berpikir, untuk belajar aturan-aturan, dan akhirnya untuk memecahkan masalah.
  • Dengan demikian konsep merupakan dasar bagi proses-proses mental yang lebih tinggi untuk merumuskan prinsip-prinsip dan generalisasi-generalisasi maupun untuk pemecahan masalah.
  1. Pengertian Peta Konsep (Concept Mapping)
  • Susilo (2001) Peta Konsep adalah alat untuk mewakili adanya keterkaitan secara bermakna antar konsep sehingga membentuk proposisi. Proposisi ialah dua atau lebih konsep yang dihubungkan dengan garis yang diberi label (kata penghubung) sehingga memiliki suatu arti.
  • Peta Konsep  adalah  suatu  alat skematis untuk merepresentasikan suatu rangkaian konsep yang digambarkan  dalam suatu kerangka proposisi yang mengungkapkan hubungan-hubungan yang berarti antara konsep-konsep dan menekankan gagasan-gagasan pokok.
  1. Kegunaan Peta Konsep
  • Menunjukkan hubungan  antara ide-ide dan membantu memahami lebih baik apa yang dipelajari (Nur, 2000b).
  • Menyatakan hubungan yang bermakna antara konsep-konsep dalam bentuk proposisi-proposisi.
  • Tipe ini juga dimaksudkan agar siswa lebih terampil untuk menggali pengetahuan awal yang sudah dimiliki dan memperoleh pengetahuan baru sesuai dengan pengalaman belajar.
  1. Ciri-ciri Peta Konsep
  • Peta konsep merupakan suatu cara untuk memperlihatkan  konsep-konsep dan proposisi-proposisi suatu bidang studi, apakah itu bidang studi kewarganegaraan, kimia, biologi, matematika dan lain-lain. Dengan membuat sendiri peta konsep siswa “melihat” bidang studi itu lebih jelas, dan mempelajari bidang studi itu lebih bermakna.
  • Suatu peta konsep merupakan suatu gambar dua dimensi dari suatu bidang studi atau suatu bagian dari bidang studi. Ciri inilah yang memperlihatkan hubungan-hubungan proposisional antara konsep-konsep. Hal inilah yang membedakan belajar bermakna dari belajar dengan cara mencatat pelajaran tanpa memperlihatkan hubungan antara konsep-konsep.
  • Mengenai cara menyatakan hubungan antara konsep-konsep, tidak semua konsep memiliki bobot yang sama. Ini berarti bahwa ada beberapa konsep yang lebih berbobot dari pada konsep-konsep lain.
  • Hirarki. Artinya bila dua atau lebih konsep digambarkan di bawah suatu konsep yang lebih inklusif, terbentuklah suatu hirarki pada peta konsep tersebut.
  1. Jenis-jenis Peta Konsep

(Menurut Nur, 2000 dalam Erman, 2003)

1)      Pohon jaringan (network tree),

Ide-ide pokok dibuat dalam persegi empat, sedangkan beberapa kata lain dihubungkan oleh garis penghubung. Kata-kata pada garis penghubung memberikan hubungan antara konsep-konsep. Pada saat mengkonstruksi suatu pohon jaringan, tulislah topik itu dan daftar konsep-konsep utama yang berkaitan dengan topik itu. Daftar dan mulailah dengan menempatkan ide-ide atau konsep-konsep dalam suatu susunan dari umum ke khusus. Cabangkan konsep-konsep yang berkaitan itu dari konsep utama dan berikan hubungannya pada garis-garis itu.

Pohon jaringan cocok digunakan untuk memvisualisasikan hal-hal:

  • Menunjukan informasi sebab-akibat
  • Suatu hirarki
  • Prosedur yang bercabang
  • Istilah-istilah yang berkaitan yang dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan-hubungan.

 

2)      Rantai kejadian (events chain),

Peta konsep rantai kejadian dapat digunakan untuk memerikan suatu urutan kejadian, langkah-langkah dalam suatu prosedur, atau tahap-tahap dalam suatu proses. Misalnya dalam melakukan eksperimen.

Rantai kejadian cocok digunakan untuk memvisualisasikan hal-hal:

  • Memberikan tahap-tahap suatu proses
  • Langkah-langkah dalam suatu prosedur
  • Suatu urutan kejadian

 

3)      Peta konsep siklus (cycle concept map),

Dalam peta konsep siklus, rangkaian kejadian tidak menghasilkan suatu hasil akhir. Kejadian akhir pada rantai itu menghubungkan kembali ke kejadian awal. Seterusnya kejadian akhir itu menghubungkan kembali ke kejadian awal siklus itu berulang dengan sendirinya dan tidak ada akhirnya. Peta konsep siklus cocok diterapkan untuk menunjukan hubungan bagaimana suatu rangkaian kejadian berinteraksi untuk menghasilkan suatu kelompok hasil yang berulang-ulang.

 

4)      Peta konsep laba-laba (spider concept map).

Peta konsep laba-laba dapat digunakan untuk curah pendapat. Dalam melakukan curah pendapat ide-ide berasal dari suatu ide sentral, sehingga dapat memperoleh sejumlah besar ide yang bercampur aduk. Banyak dari ide-ide tersebut berkaitan dengan ide sentral namun belum tentu jelas hubungannya satu sama lain. Kita dapat memulainya dengan memisah-misahkan dan mengelompokkan istilah-istilah menurut kaitan tertentu sehingga istilah itu menjadi lebih berguna dengan menuliskannya di luar konsep utama.

Peta konsep laba-laba cocok digunakan untuk memvisualisasikan hal-hal:

  • Tidak menurut hirarki, kecuali berada dalam suatu kategori
  • Kategori yang tidak paralel
  • Hasil curah pendapat

 

 

 

  1. Langkah-langkah Pembuatan Peta Konsep

1)      Memilih suatu bahan bacaan.

2)      Menentukan konsep-konsep yang relevan.

3)      Mengelompokkan (mengurutkan) konsep-konsep dari yang paling inklusif ke yang paling tidak inklusif.

4)      Menyusun konsep-konsep tersebut dalam suatu bagan, konsep-konsep yang paling inklusif diletakkan di bagian atas atau di pusat bagan tersebut.

5)      Dalam menghubungkan konsep-konsep tersebut dihubungkan dengan kata hubung. Misalnya “merupakan”, “dengan”, “diperoleh”, dan lain-lain.

  1. Keunggulan Peta Konsep

Bagi Guru:

  • Pemetaan konsep dapat menolong guru mengorganisir seperangkat pengalaman belajar secara keseluruhan yang akan disajikan.
  • Pemetaan konsep merupakan cara terbaik menghadirkan materi pelajaran, hal ini disebabkan peta konsep adalah alat belajar yang tidak menimbulkan efek verbal bagi siswa, karena siswa dengan mudah melihat, membaca dan mengerti makna yang diberikan.
  • Pemetaan konsep menolong guru memilih aturan pengajaran berdasarkan kerangka kerja yang hierarki, hal ini mengingat banyak materi pelajaran yang disajikan dalam urutan yang acak.
  • Membantu guru meningkatkan efisiensi dan efektifitas pengajarannya.

Bagi Siswa:

  • Pemetaan konsep merupakan cara belajar yang mengembangkan proses belajar bermakna, yang akan meningkatkan pemahaman siswa dan daya ingat belajarnya.
  • Dapat meningkatkan keaktifan dan kreatifitas berpikir siwa, hal ini menimbulkan sikap kemandirian belajar yang lebih pada siswa.
  • Mengembangkan struktur kognitif yang terintegrasi dengan baik, yang akan memudahkan belajar.
  • Dapat membantu siswa melihat makna materi pelajaran secara lebih komprehensif dalam setiap komponen konsep-konsep dan mengenali hubungan antara konsep-konsep berikut.
  1. Kelemahan Peta Konsep
  • Perlunya waktu yang cukup lama untuk menyusun peta konsep, sedangkan waktu yang tersedia di kelas sangat terbatas.
  • Sulit menentukan konsep-konsep yang terdapat pada materi yang dipelajari.
  • Sulit menentukan kata-kata untuk menghubungkan konsep yang satu dengan konsep yang lain.
  1. Cara Mengatasi
    1. Siswa diminta untuk membuat peta konsep di rumah, dan pada pertemuan berikutnya didiskusikan dalam kelas.
    2. Siswa diharapkan dapat membaca kembali materi dan memahaminya, agar dapat mengenali konsep-konsep yang ada dalam bacaan sehingga dapat mengkaitkan konsep-konsep tersebut dalam peta konsep.

Standarisasi Sekolah Formal

Standardisasi dalam pendidikan diartikan sebagai kriteria minimal penyelenggaraan pendidikan. Sebagaimana proses produksi, sekolah dapat dikatakan sebagai organisasi yang mengikuti siklus produksi layaknya industri. Proses produksi tentunya melibatkan tiga komponen utama yaitu input, proses dan output. Dalam memproduksi barang, apabila inputnya sama, proses pembuatan ditempuh dengan cara dan kondisi yang sama, maka tentunya output yang keluar akan sama. Tetapi lain ceritanya dengan proses pendidikan yang terjadi di sekolah. Dari segi input, sekalipun diadakan seleksi berupa ujian masuk atau portofolio, tetap saja karena inputnya berupa makhluk hidup yang punya obsesi, motivasi dan tujuan hidup yang berbeda, maka jika prosesnya dibuat sama, tentu saja outputnya akan berbeda.

UU Standarisasi No.19 Tahun 2005 menetapkan standar minimal penyelenggaraan pendidikan dalam 8 kategori yaitu, standar isi, proses, kompetensi lulusan, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan.

  1. Standar Isi

Standar isi didefinisikan sebagai kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, KTSP, dan kalender akademik/pendidikan. Dalam hal ini selain KTSP, konten isi yang harus distandarkan sudah mengena. Artinya, kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, dan kalender akademik memang sudah sewajarnya distandarkan untuk mematok waktu dan beban yang sama (minimal) yang diterima siswa dalam penyelenggaraan pendidikan. Tetapi KTSP menjadi agak aneh jika distandarkan. Sebab yang menjadi wewenang pemerintah pusat atau dengan kata lain masuk dalam ranah yang harus distandarkan adalah kerangka dasar atau muatan pokok kurikulum, bukan kurikulum secara keseluruhan.

Adapun KTSP adalah sudah menjadi bagian yang melampaui batas minimal, dan oleh karenanya perlu diserahkan sepenuhnya kepada sekolah dan stakeholdernya untuk meramunya. Di sinilah proses pendidikan bisa berbeda tergantung kepada kondisi siswa, potensi sekolah dan aparatnya. Standar isi pendidikan adalah mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan dan jenis pendidikan tertentu. Standar isi memuat krangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan, dan kalender pendidikan.

  1. Standar Proses

Standar proses diuraikan dalam pasal 19, yang kalau dicermati isinya adalah konsep pengajaran di kelas atau metode mengajar. Sulit sekali mendefinisikan proses belajar yang menyenangkan, inspiratif, interaktif, dll sebagaimana ditulis dalam pasal 19 ayat 1. Standar proses pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar komptensi lulusan. Standar proses semestinya tidak membahas tentang metode pengajaran, sebab itu artinya kurikulum tentang metode pengajaran harus disamakan/distandarkan di semua LPTK atau PT yang mendidik kandidat guru. Tetapi, standar proses akan lebih tepat jika memuat pembakuan prosedural pendidikan di sekolah sebagaimana termuat dalam pasal 19 ayat 3, yaitu setiap sekolah minimal harus membuat rencana pembelajaran (kegiatan sekolah) tahunan, pelaksanaanya dengan menstandarkan jumlah siswa maksimal per kelas,  dan penilaian (model evaluasi).

  1. Standar Kompetensi

Standar kompetensi lulusan pendidikan adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan. Standar kompetensi lulusan digunakan sebagai pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan. Standar kompetensi lulusan digunakan sebagai penentu kelulusan (pasal 25). Ketentuan ini juga tampaknya tidak memperhatikan kondisi dan kehidupan masyarakat. Konsep orang berpendidikan bagi sebagian besar rakyat Indonesia telah mengalami pergeseran dari masa kemerdekaan (atau sebelumnya) hingga dewasa ini. Sebelumnya kebanyakan orang tua berfikir bahwa pendidikan tidak perlu, sehingga presentasi yang mengirimkan anaknya ke sekolah cukup rendah, di samping kenyataan yang ada bahwa pendidikan adalah barang elit bagi sebagian besar rakyat. Pergeseran pemahaman terjadi saat orang tua mulai menyadari bahwa orang yang bisa baca tulis hitung memperoleh pekerjaan dan penghasilan yang lebih baik, maka minat mengirimkan ke SD dan SMP juga meningkat, sejalan pula dengan program wajib belajar yang dicanangkan pemerintah. Dalam era persaingan kerja yang kompetitif terlihat bahwa lulusan SMA lebih diakui dan lulusan SMP tidak lagi memenuhi kriteria sebagai pekerja yang memenuhi syarat minimal untuk bekerja, maka orang tua menabung untuk mengirimkan anaknya hingga lulus SMA/SMK. Kemudian tiba era di mana “diploma disease” seperti yang disinyalir oleh Ronald Dore menjangkiti masyarakat kita.

Jumlah orang tua yang menginginkan anaknya kuliah di PT pun meningkat. Kondisi saat ini secara tegas tidak bisa diplotkan, tetapi kecenderungan utuk lanjut ke PT dengan harapan memperoleh penghidupan yang lebih baik adalah dambaan rakyat kebanyakan. Jika ini dibaca sebagai fenomena yang mendasari kebijakan pendidikan maka seharusnya pemerintah tidak mengetatkan proses kelulusan, baik itu di tingkat SD, SMP maupun SMA. Sistem evaluasi rutin yang dilakukan setiap semester sudah cukup untuk menilai keberhasilan proses pendidikan di sekolah. Dan jika kompetensi diangkat sebagai wacana, maka kompetensi apa yang ingin dikedepankan, dan untuk keperluan siapa kompetensi itu ditetapkan (untuk industri atau untuk PT ?). Jika untuk keperluan industri maka kompetensi dasar tersebut adalah bahasa (Indonesia dan asing), dan matematika, atau jika ingin dikondisikan dengan perkembangan jaman maka IT boleh dimasukkan sebagai poin kompetensi dasar lulusan pendidikan menengah. Adapun untuk keperluan lanjut ke PT, kompetensi dasar pendidikan menengah sebenarnya akan teruji dan terevaluasi dengan sendirinya dalam ujian masuk perguruan tinggi.

  1. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan adalah kriteria pendidikan pra jabatan dan kelayakan fisik maupun mental serta pendidikan dalam jabatan. Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

 

 

 

  1. Standar Sarana dan Prasarana

Standar prasarana dan sarana pendidikan adalah Standar Nasional Pendidikan yang berkaitan dengan persyaratan minimal tentang lahan, ruang kelas, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi, perabot, alat dan media pendidikan, buku, dan sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.

  1. Standar Pengelolaan

Standar pengelolaan pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, atau nasional agar tercapai efesiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan. Pengelolaan satuan pendidikan menjadi tanggung jawab kepala satuan pendidikan.

  1. Standar Pembiayaan

Standar pembiayaan mengatur komponen dan besarnya biaya operasional satuan pendidikan. Pembiayaan SDSN mencakup biaya investasi, biaya operasi dan biaya personal satuan pendidikan.

  1. Standar Penilaian

Standar penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaan prestasi belajar peserta didik. Penilaan hasil belajar peserta didik dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri No. 20 Tahun 2007.

 

Standarisasi Sekolah Informal

Di sekolah Pemerintah, masing-masing anak akan diberlakukan kurikulum pelajaran yang standar Nasional. Sedangkan di homeschooling, para orang tua dapat menerapkan itu, atau mengembangkan sendiri dengan disesuaikan materi dari luar negeri mungkin, dan juga kemampuan si anak itu sendiri. Keberadaan homeschooling Indonesia telah diatur dalam UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 27 ayat (10) yang berbunyi: “Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri”.

Dalam praktek homeschooling tidak harus memenuhi penyetaraan pendidikan. Pendidikan kesetaraan adalah hak dan bersifat opsional. Jika praktisi homeschooling menginginkannya, mereka dapat menempuhnya. Jika tidak, mereka tetap dapat memilih dan memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya. Tetapi penyetaraan ini digunakan untuk dapat dihargai dan setara dengan hasil pendidikan formal, tentu setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan. Penyetaraan dalam praktek homeschooling yaitu penyetaraan ujian, penilaian, penyelenggaraan, dan tujuan pendidikan. Pendidikan kesetaraan dalam ujian nasional meliputi program Paket A setara SD, Paket B setara SMP, dan Paket C setara SMA.

Kelebihan homeschooling:

  • Customized, sesuai kebutuhan anak dan kondisi keluarga.
  • Lebih memberikan peluang untuk kemandirian dan kreativitas individual yang tidak didapatkan dalam model sekolah umum.
  • Memaksimalkan potensi anak sejak usia dini, tanpa harus mengikuti standar waktu yang ditetapkan di sekolah.
  • Lebih siap untuk terjun di dunia nyata (real world) karena proses pembelajarannya berdasarkan kegiatan sehari-hari yang ada di sekitarnya.
  • Kesesuaian pertumbuhan nilai-nilai anak dengan keluarga. Relatif terlindung dari paparan nilai dan pergaulan yang menyimpang (tawuran, drug, konsumerisme, pornografi, mencontek, dsb).
  • Kemampuan bergaul dengan orang tua dan yang berbeda umur (vertical socialization).
  • Biaya pendidikan dapat menyesuaikan dengan keadaan orang tua

Kekurangan homeschooling:

  • Butuh komitmen dan keterlibatan tinggi dari orang tua
  • Sosialisasi seumur (peer-group socialization) relatif rendah. Anak relatif tidak terekspos dengan pergaulan yang heterogen secara sosial.
  • Ada resiko kurangnya kemampuan bekerja dalam tim (team work), organisasi, dan kepemimpinan.
  • Perlindungan orang tua dapat memberikan efek samping ketidakmampuan menyelesaikan situasi sosial dan masalah yang kompleks yang tidak terprediksi.

Semua sistem pendidikan memiliki kelebihan dan kekurangan. Satu sistem sesuai untuk kondisi tertentu dan sistem yang lain lebih sesuai untuk kondisi yang berbeda. Daripada mencari sistem yang super, lebih baik mencari sistem yang sesuai dengan kebutuhan anak-anak dan kondisi kita. Sistem pendidikan anak melalui sekolah memang umum dan sudah dipraktekkan selama bertahun-tahun lamanya. Saat ini, pendidikan melalui sekolah menjadi pilihan hampir seluruh masyarakat.

Tetapi sekolah bukanlah satu-satunya cara bagi anak untuk memperoleh pendidikannya. Sekolah hanyalah salah satu cara bagi anak untuk belajar dan memperoleh pendidikannya. Sebagai sebuah institusi/sistem belajar, sekolah tidaklah sempurna. Itulah sebabnya, selalu ada peluang pembaruan untuk memperbaiki sistem pendidikan; baik di level filosofi, insitusi, approach, dan sebagainya. Sebagai sosok yang bertanggung jawab untuk mengantarkan anak-anak pada masa depannya, orang tua memiliki tanggung jawab sekaligus pilihan untuk memberikan yang terbaik bagi anak-anak. Homeschooling menjadi alternatif pendidikan yang rasional bagi orang tua; memiliki kelebihan dan kekurangan inheren di dalam sistemnya.

 

 

Standarisasi Sekolah Nonformal

Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan. Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional.

Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja. Pendidikan kesetaraan meliputi Paket A, Paket B dan Paket C, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik seperti: Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, majelis taklim, sanggar, dan lain sebagainya, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Sanggar adalah suatu tempat atau sarana yang digunakan oleh suatu komunitas atau sekumpulan orang untuk melakukan suatu kegiatan. Selama ini suatu tempat dengan nama “sanggar” biasa digunakan untuk kegiatan sebagai berikut:

  1. Sanggar ibadah: tempat untuk beribadah biasanya di halaman belakang rumah (tradisi masyarakat Jawa zaman dulu).
  2. Sanggar seni: tempat untuk belajar seni (lukis, tari, teater, musik, kriya/kerajinan dll).
  3. Sanggar kerja: tempat untuk bertukar fikiran tentang suatu pekerjaan.
  4. Sanggar anak: tempat untuk anak-anak belajar suatu hal tertentu di luar kegiatan sekolah, dll.

Selain sanggar kursus juga merupakan salah satu lembaga pelatihan yang termasuk ke dalam jenis pendidikan nonformal, sehingga hal ini kadang menimbulkan kerancuan pemahaman tentang sanggar dan kursus, untuk membedakan hal tersebut dapat kita lihat dalam penjelasan di bawah ini

Sanggar dan kursus adalah sama-sama merupakan lembaga pelatihan dan keduanya termasuk kedalam jenis pendidikan nonformal, namun antara sanggar dan kursus memiliki perbedaan, adapun perbedaan tersebut adalah:

  1. Kursus biasanya hanya mencakup proses pembelajaran atau kegiatan belajar mengajar, sedangkan sanggar mencakup seluruh proses dari awal hingga akhir yaitu mencakup proses pengenalan (biasanya melalui workshop/pelatihan singkat),pembelajaran, penciptaan atau membuat karya, dan produksi. contoh: pembelajaran melukis, membuat karya lukis kemudian pameran, penjualan/pelelangan semua dilakukan di dalam sanggar. Untuk sertifikat sebagian besar sanggar biasanya tidak memberikan sertifikat, kecuali pada sanggar-sanggar tertentu yang memang memiliki program untuk memberikan sertifikat pada peserta didiknya.
  2. Kursus biasanya menyelenggarakan kegiatan pembelajaran dalam waktu singkat (kursus menjahit, selama 3 bulan/ 50 jam) jadi pesrta pelatihan dalam lembaga kursus tersebut hanya menjadi anggota selama 3 bulan saja, setelah itu peserta mendapat sertifikat dan keanggotaan kursus berakhir, sedangkan pada sanggar seni memiliki masa keanggotaan lebih lama bahkan terkesan tidak ada batas waktu keanggotaan.

Pendidikan nonformal meliputi, pendidikan kecakapan hitung, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan keterampilan kerja, pendidikan kesetaraan serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. Cakupannya luas sekali. Pendidikan nonformal ini sangat heterogen. Untuk Tahun Anggaran 2007 ini, akan dikembangkan standar untuk kursus dan pelatihan dan standar untuk PAUD. Untuk kegiatan yang ini, BSNP banyak di support oleh world Bank (bank dunia). BSNP punya 8 tim untuk menyusun standar-standar pendidikan. Ruang lingkupnya adalah standar isi, standar kompetensi kelulusan, standar proses, standar sarana prasarana, standar pembiayaan, standar penilaian pendidikan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar pengelolaan, dan standar pembiayaan.

Kategori lembaga kursus dan pelatihan, adalah pendidikan nonformal yang peran serta masyarakatnya cukup besar. Dari sisi kelembagaan, jumlahnya banyak sekali. Ada sekitar 21.000 s/d 22.000 lembaga kursus dan pelatihan yang terdaftar di Indonesia. Peran serta masyarakat yang begitu besar, harus direspon dengan baik untuk mengembangkan mutu kursus dan pelatihan di Indonesia. Tentang mengapa Pendidikan Anak Usia Dini atau PAUD juga diprioritaskan, ini karena PAUD adalah pendidikan anak usia dini. Semua input, yang akan diperoleh di jenjang pendidikan yang seterusnya itu, didasarkan pada pembentukan karakter anak didik di usia dini. Oleh karena itu, sangat perlu dibuat standarisasi.

Bagaimana tentang proses penyusunan standar kualifikasi pendidik dan tenaga kependidikannya? Dalam pendidikan nonformal, ada macam-macam istilah untuk pendidik dan tenaga kependidikan. Sebutlah, pengajar, pembimbing, pelatih, instruktur, penguji, pengelola, penyelenggara, teknisi, sumber belajar, pustawan, laboran, penilik, dan lain-lain. Nah, inilah yang oleh BSNP akan dipilih beberapa diantaranya untuk distandarkan. Yang akan digarap nanti, adalah standarisasi untuk para pelatih, instruktur, pustakawan, laboran, dan penilik satuan pendidikan. Prosesnya akan sama-sama berjalan bulan Maret 2007 nanti.

Mengenai proses standarisasi yang akan berjalan pada bulan Maret s/d Sptember 2007 yang akan datang ini, output-nya akan berupa apa? Sebuah standar. Bentuknya berupa Peraturan Menteri. Jadi, direkomendasikan kepada menteri untuk ditetapkan sebagai peraturan menteri, dan peraturan ini akan mengikat semua lembaga kursus dan pelatihan, serta PAUD untuk mengikuti dan mematuhinya.

Pengertian Aktivitas

Sebelum peneliti meninjau lebih jauh tentang aktivitas belajar, terlebih dahulu kita harus mengetahui tentang pengertian dari aktivitas dan belajar. Menurut Anton M. Mulyono (2001 : 26), Aktivitas artinya “kegiatan atau keaktifan”. Jadi segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik fisik maupun non-fisik, merupakan suatu aktifitas. Menurut Sriyono aktivitas adalah segala kegiatan yang dilaksanakan baik secara jasmani atau rohani. Aktivitas siswa selama proses belajar mengajar merupakan salah satu indikator adanya keinginan siswa untuk belajar.

Pengertian Belajar

Menurut Oemar Hamalik (2001: 28), belajar adalah “suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan”. Aspek tingkah laku tersebut adalah: pengetahuan, pengertian, kebiasaan, keterampilan, apresiasi, emosional, hubungan sosial, jasmani, etis atau budi pekerti dan sikap. Sedangkan, Sardiman A.M. (2003 : 22) menyatakan: “Belajar merupakan suatu proses interaksi antara diri manusia dengan lingkungannya yang mungkin berwujud pribadi, fakta, konsep ataupun teori”.

Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman (learning is defined as the modification or strengthening of behavior throught experiencing). Berdasarkan pengertian diatas, belajar merupakan suatu proses dan kegiatan. Belajar bukan merupakan suatu hasil atau tujuan tetapi merupakan proses untuk mencapai tujuan. Belajar bukan mengingat, akan tetapi lebih luas daripada itu, belajar adalah mengalami. Hasil belajar bukan merupakan suatu penguasaan hasil latihan melainkan pengubahan kelakuan.

Sejalan dengan perumusan diatas, ada pula tafsiran tentang belajar yang menyatakan bahwa: “belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan”. Perbedaan dengan pengertian belajar ini dibandingkan dengan pengertian belajar diatas adalah pada cara atau usaha pencapaiannya yang menitik beratkan kepada interaksi antara individu dengan lingkungan. Didalam interaksi antara individu dengan lingkungan inilah terjadi serangkaian pengalaman-pengalaman belajar. Pada prinsipnya tujuan belajar itu adalah sama saja, yakni perubahan tingkah laku.

William Burton dalam Hamalik (2001:28) mengemukakan: “a good learning stuation consist of a rich and varied series of learning experienced unified around a vigorous purpose and caried on in interaction with a rich, varied and propocative environment”.

Ciri-ciri belajar adalah sebagai berikut :

1. Adanya kemampuan baru atau perubahan. Perubahan tingkah laku bersifat pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotorik), maupun nilai dan sikap (afektif).

2. Perubahan itu tidak berlangsung sesaat saja melainkan menetap atau dapat disimpan.

3. Perubahan itu tidak terjadi begitu saja melainkan harus dengan usaha. Perubahan terjadi akibat interaksi dengan lingkungan.

4. Perubahan tidak semata-mata disebabkan oleh pertumbuhan fisik/ kedewasaan, tidak karena kelelahan, penyakit atau pengaruh obat-obatan.

Berikut beberapa faktor pendorong mengapa manusia memiliki keinginan untuk belajar:

1. Adanya dorongan rasa ingin tahu

2. Adanya keinginan untuk menguasai Ilmu Pengetahuan dan Teknologi sebagai tuntutan zaman dan lingkungan sekitarnya.

3. Mengutip dari istilah Abraham Maslow bahwa segala aktivitas manusia didasari atas kebutuhan yang harus dipenuhi dari kebutuhan biologis sampai aktualisasi diri.

4. Untuk melakukan penyempurnaan dari apa yang telah diketahuinya.

5. Agar mampu bersosialisasi dan beradaptasi dengan lingkungannya.

6. Untuk meningkatkan intelektualitas dan mengembangkan potensi diri.

7. Untuk mencapai cita-cita yang diinginkan.

8. Untuk mengisi waktu luang.

Jenis-jenis Belajar

Jenis-jenis belajar menurut Gagne terbagi menjadi 8 jenis yaitu Belajar isyarat (signal learning), Belajar stimulus respon, Belajar merantaikan (chaining), Belajar asosiasi verbal (verbal Association), Belajar membedakan (discrimination), Belajar konsep (concept learning), Belajar dalil (rule learning), Belajar memecahkan masalah (problem solving).

Dari kedelapan jenis tersebut dapat menumbuhkembangkan perilaku kognitif yang mencakup pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis dan sintesis dan evaluasi. Selain dari kognititf aspek avektif dan psikomotor sesorang juga tumbuh. Aspek afektif mencakup Penerimaan, Sambutan, Penilaian, Pengorganisasian, Karakterisasi. Sedangkan psikomotor mencakup Kesiapan (set), Meniru (imitation), Membiasakan (habitual), Adaptasi (adaption). Dari tumbuhnya ketiga aspek tersebut barulah seseorang dapat dikatakan telah mencapai tujuan dari belajar.

Belajar kognitif dimana adalah belajar yang berkaitan dengan aspek intelektual. Kompetensi kawasan kognitif meliputi menghafal, memahami, mengaplikasikan,menganalsis, mensitesakan dan menilai pengalaman belajar. Pengalaman belajar untuk kegiatan hafalan dapat berupa berlatih menghafal misalnya menggunakan jembatan ingatan yaitu dengan dihubungkan dengan benda-benda, kata-kata atau sebagainya yang biasa ditemukan dan mudah diingat sebagai jembatan kita untuk mengingat hafalan kita. Jenis materi pembelajaran yang perlu dihafal dapat berupa fakta, konsep, prinsip, dan prosedur. Pengalaman belajar untuk tingkat pemahaman dilakukan dengan membandingkan, mengidentifikasikan karakteristik dan sebagainya. Pengalaman belajar tingkatan aplikasi dilakukan dengan jalan menerapkan rumus dalil atau prinsip terhadap kasus nyata yang terjadi di lapangan. Pengalaman belajar tingkatan sintesis dilakukan dengan memadukan berbagai unsure atau komponen, menyusun membentuk bangunan, menggambar dan sebagainya. Pengalaman belajar untuk mencapai kemampuan dasar tingkatan penilaian dilakukan dengan memberikan penilaian terhadap objek studi menggunakan criteria tertentu.

Berkaitan dengan kawasan afektif, pengalaman belajar yang perlu dilakukan agar siswa mencapai tingkatan kompetensi afektif yaitu dengan mengamati dan menirukan contoh/model, mendatangi objek studi yang dapat memupuk pertumbuhan nilai, berbuat atau berpartisipasi aktif sesuai dengan tuntutan nilai yang dipelajari dan sebagainya.

Untuk kawasan psikomotor, pengalaman belajar yang dapat dilakukan untuk mencapai kompetensi ini adalah berlatih dengan frekuensi tinggi dan intensif, latihan menirukan, menstimulasikan, mendemonstrasikan, gerakan yang ingin dikuasai.

 

Pengertian Pengalaman Belajar

Pengertian  pengalaman belajar  menurut Tyler (1973:63) adalah sebagai berikut.

Learning experience is not the same as the content with which a course deals nor the activities performed by the teacher. The term learning experience refers to the interaction between the learner and the external conditions in  the environment to which he can react. Learning takes place through the active behaviour of the student; it is what he does that he learns, not what teacher does.

(Pengalaman belajar tidak sama dengan konten materi pembelajaran atau kegiatan yang dilakukan oleh guru. Istilah pengalaman belajar  mengacu kepada interaksi antara pelajar dengan kondisi eksternal di lingkungan yang ia reaksi. Belajar melalui perilaku aktif siswa; yaitu apa yang ia lakukan saat ia belajar, bukan apa yang dilakukan oleh guru).

Berdasarkan pendapat tersebut dapat dijelaskan bahwa:

1)      Pengalaman belajar  pengalaman mengacu kepada interaksi pebelajar dengan kondisi eksternalnya, bukan konten pelajaran,

2)      Pengalaman belajar mengacu kepada belajar melaui perilaku aktif siswa,

3)      Belajar akan dimiliki oleh siswa setelah dia mengikuti kegiatan belajar-mengajar tertentu,

4)      Pengalaman belajar itu merupakan hasil yang diperoleh siswa,

5)      Adanya berbagai upaya yang dilakukan oleh guru dalam usahanya untuk membimbing siswa agar memiliki pengalaman belajar tertentu.

Dalam kaitan ini tentu guru pun ingin mengetahui seberapa jauh siswa telah menguasai pengalaman belajar yang ditentukan dan seberapa besar efektivitas bimbingan yang telah diberikan kepada siswa. Dalam konteks inilah evaluasi pengalaman belajar menjadi sangat penting karena evaluasi pengalaman belajar merupakan proses pengumpulan dan penginterpretasian informasi atau data yang dilakukan secara kontinyu dan sistematis untuk menentukan tingkat pencapaian hasil belajar siswa.

Implementasi Pengalaman Belajar

Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antar peserta didik, peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi dasar. Kegiatan pembelajaran yang dimaksud dapat terwujud melalui penggunaan pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan berpusat pada peserta didik.

Pengalaman dan belajar di sini menunjukkan aktivitas belajar yang perlu dilakukan oleh siswa dalam mencapai standar kompetensi, kemampua dasar, dan materi pembelajaran. Pengalaman belajar adalah kegiatan fisik maupun mental yang perlu dilakukan oleh siswa dalam mencapai kompetensi dasar dsn materi pembelajaran.

Pengalaman belajar perlu dirumuskan, sebagai acuan bagi guru dalam mengembangkan strategi atau metode pembelajaran. Pengalaman belajar dapat diperolehj melalui berbagai macam aktivitas dan kegiatan secara fisik dan mental baik di kelas maupun di luar kelas. Pengalaman belajar dalam kelas dapat dilakukan oleh siswa melalui interaksi antara siswa dengan objek / sumber belajar, sesuai dengan uraian materi pembelajaran yang tela dirumuskan. Bentuknya berupa mendengarkan materi, membaca, menyimpulkan materi, diskusi kelompok,  praktek laboratorium, dan lain sebagainya.

Sedangkan pengalaman belajar di luar kelas, dapat diperoleh siswa melalui kegiatan siswa dalam berinteraksi dengan objek atau sumber belajar seperti proses observasi, mengamati aktivitas sosial keagamaan masyarakat, memperhatikan alam sekitar. Pada mata pelajaran sains pengalaman belajar dapat dikemas dalam bentuk mengamati ragam macam tumbuhan, makhluk hidup, sesuai dengan karakteristik habitatnya. Pada ilmu sosial biasa juga diperoleh melalui pengamatan pada perdagangan di pasar tradisional dan pasar modern, interaksi sosial antar komunitas seagama / berbeda agama, praktik kebudayaan masyarakat, praktik pelaksanaan suatu aturan hukum dan lain sebagainya.

Aktivitas belajar merupakan segala kegiatan yang dilakukan dalam proses interaksi (guru dan siswa) dalam rangka mencapai tujuan belajar. Aktivitas yang dimaksudkan di sini penekanannya adalah pada siswa, sebab dengan adanya aktivitas siswa dalam proses pembelajaran terciptalah situasi belajar aktif, seperti yang dikemukakan oleh Rochman Natawijaya dalam Depdiknas(2005 : 31), belajar aktif adalah “Suatu sistem belajar mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara fisik, mental intelektual dan emosional guna memperoleh hasil belajar berupa perpaduan antara aspek koqnitif, afektif dan psikomotor”.

Keaktifan siswa selama proses belajar mengajar merupakan salah satu indikator adanya keinginan atau motivasi siswa untuk belajar. Siswa dikatakan memiliki keaktifan apabila ditemukan ciri-ciri perilaku seperti : sering bertanya kepada guru atau siswa lain, mau mengerjakan tugas yang diberikan guru, mampu menjawab pertanyaan, senang diberi tugas belajar, dan lain sebagainya.

Teknik Pengembangan Pengalaman Belajar Siswa

Pada penjelasan di atas telah dijelaskan bahwa pengalaman belajar merupakan kegiatan fisik maupun mental yang dilakukan oleh siswa dalam mencapai kompetensi dasar dasn materi pembelajaran yang telah ditetapkan.

Agar pengalaman belajar dapat dikembangkan secara efektif dan efisien maka guru perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

  1. Guru terlebih dahulu memedomani dan menguasai substansi materi pembelajaran yang telah dirumuskan dalam bentuk materi pembelajaran.
  2. Setelah guru memedomani/ menguasai substansi materi pembelajaran, maka langkah berikutnya adalah memahami bentuk kegiatan belajar yang seperti apa yang diinginkan. Bentuk-bentuk kegiatan belajar dapat dilakukan berupa mendemonstrasikan, mempraktikkan, mensimulasikan, mengadakan eksperimen, menganalisis, mengaplikasikan, menemukan, mengamati, meneliti, menelaah, mengamati, mengobservasi, membaca, menyimpulkan, mempresentasikan dan lain-lain.
  3. Merumuskan pengalaman belajar siswa.
  4. Rumusan pengalaman belajar siswa menggunakan kata-kata oprasional yang menggambarkan tentang aktivitas siswa dalam belajar.

Hello world!

Welcome to WordPress.com. After you read this, you should delete and write your own post, with a new title above. Or hit Add New on the left (of the admin dashboard) to start a fresh post.

Here are some suggestions for your first post.

  1. You can find new ideas for what to blog about by reading the Daily Post.
  2. Add PressThis to your browser. It creates a new blog post for you about any interesting  page you read on the web.
  3. Make some changes to this page, and then hit preview on the right. You can alway preview any post or edit you before you share it to the world.